Seorang Advokat / Pengacara dalam bertindak untuk dan atas nama serta mewakili dan / atau mendampingi klien baik dalam proses litigasi maupun non litigasi harus mendapatkan kuasa terlebih dahulu dari klien atau pihak yang berperkara, surat kuasa tersebut bisa diberikan secara lisan maupun tertulis, namun kebanyakan surat kuasa dari seorang klien kepada Advokat / Pengacaranya diberikan dalam bentuk tertulis.
Secara garis besar, Surat kuasa yang diberikan secara tertulis harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994 yang menyatakan Suarat Kuasa harus berbentuk tertulis, menyebutkan identitas para pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa, menyebutkan jenis atau obyek sengketanya, menyebutkan kompetensi relatif pengadilan.
Surat kuasa yang diberikan di luar negeri, selain harus memenuhi syarat formil sebagaimana di atas, surat kuasa tersebut juga harus dilegalisasi oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, legalisasi surat kuasa tersebut untuk memberikan kepastian hukum bagi pengadilan tentang pembuatan surat kuasa tersebut di negara yang bersangkutan, hal tersebut sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 3038 K/Pdt/1981 tanggal 18 September 1986 yang menyatakan : ” keabsahan surat kuasa yang dibuat diluar negeri, selain harus memenuhi persyaratan formil, juga harus dilegalisasi oleh KBRI setempat.