Dalam peradilan perdata, Advokat berkedudukan sebagai kuasa atau wakil kliennya. Landasan hukum advokat dalam peradilan perdata adalah Pasal 123 HIR (Herziene Indonesisch Reglement) dimana dalam Pasal 123 ayat (1): ” Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa teristimewa, kecuali kalau yang memberi kuasa itu dalam surat permintaaan yang ditanda tanganinya dan dimasukkan menurut ayat pertama Pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut Pasal 120, maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang dibuat dengan surat gugat ini.
“Oleh karenanya Pasal 123 HIR ini, hukum acara perdata mengenal adanya sistem lembaga perwakilan. Sehingga peran Advokat/Pengacara dapat membantu pihak-pihak yang berpekara dalam mempertahankan hukum perdata materiil. Hukum perdata bagi seorang Advokat adalah seorang interprestasi dan perang ilmiah, karena itu sebagai Advokat wajib mempertahankan unsur-unsurnya di dalam hukum acara perdata.
Dasar adanya sistem lembaga perwakilan adalah dikarenakan masih banyaknya pencari keadilan yang kurang mampu atau kurang memahami dalam mengajukan gugatan dan tangkisan dengan rumusan sedemikian rupa. Oleh karena itu, lembaga perwakilan bermaksud menjaga agar jangan sampai pihak-pihak pencari keadilan dirugikan hanya membuat kesalahan-kesalahan elementer dalam hukum acara perdata yang terikat oleh banyaknya peraturan dan macam-macam formalitas.
Oleh karena itu, sebagai advokat yang bertindak untuk dan atas nama kliennya diharuskan memiliki kemampuan dan keberanian berpekara, apalagi mengingat kliennya telah memberikan kepercayaan yang besar padanya.
Kemampuan berpekara adalah kemampuan untuk menyusun surat-surat, seperti surat gugatan, jawaban, replik, duplik, maupun kemampuan dalam memberikan pembuktian, mengajukan konklusi akhir dan lain sebagainya yang ada hubungannya dengan penyelesaian perkara di persidangan. Hal ini disebut sebagai keterampilan profesional, sedangkan keberanian berperkara dimaksudkan untuk berhadapan dengan lawan dan hakim di pengadilan.
Tugas advokat sebagai lembaga perwakilan adalah menyaring dan menyusun kejadian-kejadian yang ia peroleh dari kliennya, kemudian ia kumpulkan sebagai bahan untuk nantinya dituangkan dalam bentuk gugatan, yang akan dimajukan dalam sidang pengadilan.
Namun fungsi advokat sebenarnya tidak hanya terbatas di dalam pengadilan, tetapi juga di luar pengadilan. misi seorang advokat adalah memberikan bantuan hukum berdasarkan undang-undang kepada kliennya. Misalnya, seorang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayar, maka advokat dapat menjadi juru runding (negosiator) bagi kliennya untuk menyelesaikan masalah itu dengan jalan perdamaian tanpa harus ke pengadilan.
semua perkara perdata baik yang memerlukan penyelesaian melalui pengadilan maupun diluar pengadilan dapat dikuasakan kepada Advokat seperti halnya perkara gugatan wanprestasi / cidera janji, gugatan pembatalan jual beli, gugatan perbuatan melawan hukum, gugatan hutang piutang, gugatan ganti rugi, permohonan eksekusi, perlawanan terhadap sita eksekusi dan lain sebagainya.